Apa yang saya mahu dalam hidup ini (12) - Nikmat Tuhan tidak mampu saya gambarkan dengan kata-kata

Saya mungkin boleh gambarkan dalam bentuk ilmu dengan menyalin pandangan-pandangan para ulama. Tapi untuk benar-benar merasainya, saya perlu mengusahakannya sendiri. Sekalipun saya menyangka dapat merasainya, belum tentu rasa itu rasa yang ‘sempurna’ dan dapat kekal lama. Sampai bila-bila pun saya tidak akan mampu mendabik dada mengakui nikmat yang diperolehi itu adalah nikmat yang sempurna serta kekal sehingga hujung nyawa.

..................

“Senpai , macam mana rasa wasabi?”

Saya teringat satu perbualan antara rakan-rakan dengan seorang senior (dalam bahasa Jepun di panggil Senpai). Perbualan berlaku di kolej kediaman pertama, Universiti Malaya. Di universiti inilah kami belajar bahasa Jepun, sebagai persiapan sebelum terbang ke negara matahari terbit itu.

Jawab senpai,

“Wasabi ni pedas. Tapi pedas tu tak sama macam cili. Kalau cili, rasa panas tu di lidah. Kalau kuat pedasnya, boleh rasa sampai ke seluruh mulut. Tapi, wasabi ni, panas tu sampai ke hidung.”

Saya dan kawan-kawan hanya terdiam. Sukar untuk kami gambarkan bagaimana rasanya wasabi ini. Hinggalah apabila saya dapat peluang merasainya sendiri, barulah saya faham.

(Hanya yang pernah makan wasabi tahu bagaimana rasanya wasabi. Sumber gambar)

Ketika di Jepun, saya menghadapi masalah apabila kawan-kawan Jepun bertanya,

“Bagaimana rasa durian?”

Aduhai. Bagaimana mungkin saya dapat gambarkan rasa durian dengan bilah perkataan? Hendak ungkapkan dengan bahasa Melayu pun saya tidak sanggup, inikan dengan bahasa Jepun yang baru di pelajari selama dua tahun. Akhirnya, saya hanya jawab,

“Kena rasa sendiri, baru tahu.”

Begitulah juga dengan nikmat Islam yang banyak digambarkan oleh Al-Quran dan dihurai oleh para alim ulama. Kena rasa sendiri, barulah boleh faham. 

Enam entri yang lalu saya cuba gambarkan nikmat menjadi seorang Islam.  Masih terlalu banyak lagi yang tidak mampu saya hurai. Entri kali ini, cukuplah sekadar saya salin dan kongsi dalam bentuk ‘point’ sahaja. Itu pun sekadar yang terlintas saat entri ini ditulis, sekadar mengikut kesanggupan kudrat tenaga dan masa. Namun, saya perlu menerima hakikat bahawa hanya orang yang benar-benar berpegang dengan ajaran Islam sahaja yang faham bagaimana nikmatnya Islam. Saya terpaksa akur bahawa,

“Kena rasa sendiri, baru tahu.”

Saya mungkin boleh gambarkan dalam bentuk ilmu dengan menyalin pandangan-pandangan para ulama. Tapi untuk benar-benar merasainya, saya perlu mengusahakannya sendiri. Sekalipun saya menyangka dapat merasainya, belum tentu rasa itu rasa yang ‘sempurna’ dan dapat kekal lama. Sampai bila-bila pun saya tidak akan mampu mendabik dada mengakui nikmat yang diperolehi itu adalah nikmat yang sempurna serta kekal hingga ke hujung nyawa.

“…..dan takutlah kamu kepada Ku (semata-mata); dan supaya Aku sempurnakan nikmatKu kepada kamu, dan juga supaya kamu beroleh petunjuk hidayah (mengenai perkara yang benar).”

(Al-Baqarah 2:150)

"……Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambahi nikmatKu kepada kamu, dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amatlah keras".

(Ibrahim 14:7)

Sebagai renungan dan muhasabah diri, berikut saya susun beberapa nikmat apabila menjadi orang yang berpegang dengan ajaran Islam;

1. Ketenangan hati

Jika sudah mempunyai hubungan yang erat dengan Allah, bermakna kita akan sentiasa mengingati Allah sepanjang masa.Firman Allah S.W.T yang bermaksud,

“….Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah hati akan menjadi tenang."

(Ar-Ra'd:28)

Apalagi yang diperlukan dalam dunia ini jika hati sudah tenang?

2. Gambaran nikmatnya iman.

 Para salaf mengatakan,

“Seandainya para raja dan pangeran itu mengetahui kenikmatan yang ada di hati kami ini, tentu mereka akan menyiksa kami dengan pedang.”  

(Sumber: http://rumaysho.com/1802-iman-tanda-allah-cinta.html)

3. Nikmatnya solat yang kusyuk

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah  bersabda yang bermaksud: “Allah menjadikan aku mencintai dari dunia (yaitu kepada) perempuan (istri-istri baginda ) dan minyak wangi, tapi Allah menjadikan qurratul ‘ain (penyejuk/penghibur hati) bagiku pada (waktu aku melaksanakan) shalat”

(Sumber: http://catatanmelura.com/2014/04/keutamaan-sholat-khusyu/)

4. Dengan sentiasa berpegang kepada konsep sabar dan syukur, seorang Islam akan sentiasa dalam keadaan positif

Dari Abu Shuhaib bin Sinan radhiyallahu’anhu, dia berkata, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya. Dan yang demikian itu hanya ada pada seorang mukmin. Jika mendapat kesenangan dia bersyukur, maka syukur itu baik baginya. Dan jika mendapat musibah dia bersabar, maka sabar itu baik baginya” (HR. Muslim)

(Sumber: https://pustakaalatsar.wordpress.com/2012/03/11/keajaiban-seorang-mukmin/)

5. Melihat wajah Allah di akhirat nanti adalah sebesar-besar nikmat.

Dari seorang sahabat yang mulia, Shuhaib bin Sinan radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah ta’ala berfirman: “Apakah kalian mau tambahan nikmat (dari kenikmatan surga yang telah kalian peroleh)? Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami? Dan Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka? Kemudian Allah singkap hijab (penutup wajahNya yang mulia), dan mereka mengatakan,

“Tidak ada satupun kenikmatan yang lebih kami cintai dari memandang wajah Allah Ta’ala.” (HR. Muslim no. 181).

(Sumber: http://muslim.or.id/22047-kenikmatan-melihat-wajah-allah.html)

………………

Firman Allah S.W.T yang bermaksud,

“Adapun nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau sebut-sebutkan (dan zahirkan) sebagai bersyukur kepadaNya.” (Ad-Dhuha: 11)

Semoga dengan banyak menyebut nikmat Tuhan ini, segarlah hati dan jiwa untuk sentiasa mentaati perintah Allah dan ditambahkan nikmat.